Jakarta, LAWFIRMERNARATNANINGSIH.COM – Di tengah ratusan juta masyarakat Indonesia masih diliputi kegembiraan merayakan HUT kemerdekaan RI ke-76 tahun ini, ternyata ada sekelompok warga yang justru tengah berjuang sekuat tenaga memperjuangkan haknya dan rasa aman sebagai warga negara.
Mereka adalah 14 warga yang menghuni perumahan Taman Duren Sawit, Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Pilunya lagi, jarak warga yang mengalami perlakuan semena-mena oleh negara ini hanya beberapa langkah dari Istana Negara.
Keempat belas (14) warga ini lalu berinisitif menggandeng pengacara dari kantor hukum Dr. Erna Ratnaningsih, S.H., L.LM. untuk membantu mereka bersama-sama memperjuangkan hak konstitusinya dan hak asasinya sebagai warga negara Indonesia.
Pada Jumat, (18/8/21), sehari setelah Indonesia merayakan HUT ke-76, 14 warga ini resmi mengajukan Pengaduan dan Permohonan Perlindungan Hukum kepada Komnas HAM RI guna mempertahankan dan menuntut perlindungan atas hak konstitusional dan hak asasi manusia mereka yang dilanggar.
Selain itu, melalui kuasa hukumnya, mereka juga mengajukan permohonan penundaan eksekusi pengosongan pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur melalui surat Nomor :081/KH-ER/VIII/2021 tertanggal 18 Agustus 2021.
Beruntungnya, permohonan ini langsung direspon oleh PN Jakarta Timur dan dengan segera mengadakan pertemuan guna menjelaskan sikap dan langkah PN Jakarta Timur terkait surat himbauan bernomor No. 02/2021 EKS.Del/PN.Jkt.Tim. Jo. Nomor: 29/Eks.Pdt/2020.
Pertemuan yang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jum`at (20/8/21) ini menghadirkan beberapa pihak antara lain perwakilan BPN, perwakilan Kapolres Jakarta Timur, perwakilan Polsek Duren Sawit, Camat dan Lurah Duren Sawit, Ketua RT 09, Ketua RW 16 serta 14 warga.
Dalam pertemuan itu, pihak PN Jakarta Timur memastikan menunda eksekusi pengosongan untuk waktu yang tidak ditentukan hingga polemik ini menemui titik terang. Sekaligus memberikan waktu kepada kuasa hukum 14 warga melakukan upaya hukum dan lain-lain.
Dalam kesempatan itu, Kuasa Hukum 14 warga, Dr. Erna Ratnaningsih menyampaikan bahwa permohonan penundaan eksekusi pengosongan kepada PN Jakarta Timur berlandaskan pada alasan yang sangat eksepsional.
“Bahwa klien kami adalah Pihak Ketiga yang tidak ada hubungan sengketa dengan Pemohon Eksekusi, yakni Sdr. MUHAMMAD, demikian juga dengan Termohon Eksekusi yakni PT. ALTAN KARSAPRISMA,” ungkap Dr. Erna.
Selain itu, ia menegaskan, kliennya (14 warga-red) membeli tanah dan bangunan tersebut dengan cara dan prosedur yang benar dan telah dilakukan validasi berupa pengecekan status hak tanah di Kantor Pertanahan Jakarta Timur, sebagai pihak yang berwenang memeriksa status tanah.
“Kantor Pertanahan Jakarta Timur, sebagai pihak yang berwenang memeriksa status tanah tidak menemukan adanya Pembebanan Hak Tanggungan, Sita Jaminan dan atau Blokir. Sehingga proses Jual Bali dan balik nama terlaksananya dengan sempurna,” tegas Erna.
Terkait proses peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut, tambah Dr. Erna, kliennya (14 warga-red) memperolehnya dengan beberapa kali transaksi peralihan.
“Ada yang sudah melewati beberapa kali peralihan dan semuanya berjalan dengan baik tanpa ada hambatan apapun sebagaimana yang diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan berlaku,” pungkasnya.
Kronologis
Lebih lanjut, Dr. Erna menuturkan peristiwa ini bermula ketika Pengadilan Negeri Jakarta Timur menerbitkan surat himbauan, memerintahkan 14 warga penghuni perumahan Taman Duren Sawit melakukan pengosongan secara suka rela.
Ia menerangkan, dari informasi yang diperolehnya, Pemohon eksekusi yakni Pak Muhammad bersengketa dengan PT Altan Karsaprisma sebagai termohon (developer) Perumahan Taman Duren sawit.
Pengajuan perkara tersebut, tambahnya, berlangsung sejak 1996 silam di PN Jakarta Selatan dan dimenangkan oleh Muhammad, bahkan hingga menang PK pada 2006 lalu.
“Kronologi dari perkara ini, Pak Muhammad, itu dia bersengketa dengan PT Altan Karsaprisma di PN Jakarta Selatan. Mereka mengajukan gugatan itu kalo gak salah 1995 atau 1996. Nah kemudian mereka menang bahkan sampai PK pada 2006 lalu,” tutur Dr. Erna.
Yang jadi masalah, terangnya, adalah eksekusi itu dilaksanakan terhadap lahan dan bangunan atau harta milik pihak ketiga, yakni 14 warga ini. PT Altan sudah menjual tanah dan bangunan itu kepada para penghuni sudah dari 1996.
“Kejanggalan lainnya adalah, jangka waktu antara pelaksanaan eksekusi dengan dengan menang PK itu sampai 15 tahun. Jadi kami mempertanyakan itu. Harusnya kalau seseorang yang sudah lama memperjuangkan haknya, itu pasti sudah lama dia melakukan permohonan eksekusi. Tapi kok ini, jangka waktunya sampai 15 tahun,” kata Erna dengan nada heran.
Kemudian, tuturnya, para penghuni ini baru mendapatkan surat himbauan untuk melaksanakan pengosongan secara sukarela pada 3 Agustus yang lalu. Menurut Erna, para penghuni, sebagai pihak ketiga, tidak tahu-menahu soal perkara antara PT Altan dengan Muhammad.
Apalagi, jelas Erna, para penghuni (14 warga-red) adalah pembeli tanah dan bangunan dengan itikad baik. Beberapa di antara mereka telah melakukan peningkatan satus kepemilikan yakni dari Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Hak Milik (SHM).
Sebagaimana diketahui, ungkap Erna, dalam prosedur dan mekanisme peningkatan status kepemilikan tanah dan bangunan, akan dilakukan pengecekan yang ketat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selain itu, bila dijual ke orang lain pun, dilakukan Akta Jual Beli (AJB) di depan notaris PPAT.
Erna lantas mempertanyakan mengapa peletakan Sita Jaminan di berkas ada, namun para pihak BPN tidak mendapatkannya.
“Jadi kita melihat, kalaupun benar si Pak Muhammad punya hak, kita tidak menafikan. Kalo dia punya hak ya silahkan, tapi kepentingannya kepada PT Altan, bukan kepada para penghuni,” pungkasnya.
Penuh Kejanggalan
Anggota Tim Hukum lainnya dari Dr. Erna Lawfirm, Laudin Napitupulu menilai upaya eksekusi lahan serta bangunan 14 warga penghuni perumahan Taman Duren Sawit ini cacat hukum sejak awal dan penuh dengan kejanggalan.
Menurutnya, objek yang diperkarakan ini seharusnya ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, bukan Jakarta Selatan. Apalagi, waktu pengajuan gugatan dan berlangsungnya perkara ini sudah masuk era reformasi.
“Menurut saya kasus ini aneh bin ajaib. Kok objek yang diperkarakan ada di wilayah administrasi kota Jakarta Timur, tapi ditangani oleh PN Jakarta Selatan yang bukan wewenangnya. Ini aneh dan janggal,” tegas Laudin.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengaku kaget ketika pada 3 Agustus lalu, dirinya bersama 13 warga lainnya menerima surat imbauan dari PN Jakarta Timur atas permintaan PN Jakarta Selatan untuk mengosongkan rumah secara sukarela.
“Tidak pernah ada surat pemberitahuan atau apa pun itu, tiba-tiba pada 3 Agustus kemarin muncul surat imbauan tentang eksekusi pengosongan,” tuturnya.
Pria yang mulai membeli rumah di Perumahan Taman Duren Sawit pada 2006 itu mempertanyakan mengapa permohoan eksekusi dilakukan 15 tahun kemudian setelah ia dinyatakan menang.
“Yang kita lihat banyak kejanggalan-kejanggalan. Karena kan, berperkara 1996 sampai 2006. Artinya 11 tahun berperkara. Itu 2006 dia menang, kenapa dia tidak mengeksekusi pada 2006, namun baru setelah 15 tahun kemudian,” beberanya.
Ia menduga, pemohon tengah berupaya melakukan pemerasan terhadap para penghuni dan menyembuyikan atau menghilangkan fakta-fakta yang merugikan para penghuni. “Makanya saya duga ini ada unsur pemerasan. Artinya menghilangkan atau menyembunyikan fakta-fakta yang merugikan para penghuni. Dan di sini uniknya lagi, kok tidak bersemnagat mengejar developer, tapi sangat bersemangat mengejar para penghuni. Ini apa ini? Kita ini bukan penadah, bukan pengarap. Kita sah memiliki sertifikat hak milik kita,” tutupnya.
1 thought on “Terancam Digusur dan Diperas tanpa Sebab! Begini Kisah Sedih 14 Warga Duren Sawit”
wow good nih artikel